Bolehkah Perusahaan Asuransi Berbasis MLM?



Apakah boleh perusahaan asuransi menerapkan sistem muti level marketing kepada pengguna polisnya?


Jawaban 

Multi-level marketing (MLM) di Indonesia dikenal dengan nama “perdagangan dengan sistem penjualan langsung”. Perusahaan yang telah memiliki Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL) dilarang melakukan beberapa kegiatan, salah satunya usaha perdagangan yang terkait dengan penghimpunan dana masyarakat. Yang mana usaha asuransi adalah usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi.

Melihat pada ketentuan mengenai larangan di atas, usaha asuransi yang menghimpun dana dari masyarakat sebaiknya tidak menggunakan sistem kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung.

Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.

Ulasan:

Sebelumnya kami ucapkan terima kasih atas pertanyaan yang Saudara berikan. Terlebih dahulu kami sampaikan mengenai dasar hukum asuransi yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (“UU Asuransi”). Dalam Pasal 1 angka 1 UU Asuransi disebutkan mengenai definisi Asuransi atau Pertanggungan sebagai berikut:

Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
a.    memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b.    memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Lebih lanjut, multi-level marketing (MLM) di Indonesia dikenal dengan nama ”perdagangan dengan sistem penjualan langsung”. Perdagangan dengan sistem penjualan langsung diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 32/M-Dag/Per/8/2008 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan Dengan Sistem Penjualan Langsung (“Permendag 32/2008”). Penjualan langsung (Direct Selling) adalah metode penjualan barang dan/atau jasa tertentu melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh mitra usaha yang bekerja atas dasar komisi dan/atau bonus berdasarkan hasil penjualan kepada konsumen di luar lokasi eceran tetap.[1]

Mitra usaha adalah anggota mandiri jaringan pemasaran atau penjualan yang berbentuk badan usaha atau perseorangan dan bukan merupakan bagian dari struktur organisasi perusahaan yang memasarkan atau menjual barang dan/atau jasa kepada konsumen akhir secara langsung dengan mendapatkan imbalan berupa komisi dan/atau bonus atas penjualan.[2]

Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:[3]
a.    memiliki atau menguasai kantor dengan alamat yang benar, tetap, dan jelas;
b.    melakukan penjualan barang dan/atau jasa dan rekruitmen mitra usaha melalui sistem jaringan;
c.    memiliki program pemasaran yang jelas, transparan, rasional, dan tidak berbentuk skema jaringan pemasaran terlarang;
d.    memiliki kode etik dan peraturan perusahaan yang lazim berlaku di bidang usaha penjualan langsung;
e.    memiliki barang dan/atau jasa yang nyata dan jelas dengan harga yang layak dan wajar;
f.     memenuhi ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
g.    memberikan komisi, bonus, dan penghargaan lainnya berdasarkan hasil kegiatan penjualan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh mitra usaha dan jaringannya sesuai dengan yang diperjanjikan;
h.    memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaannya;
i.      memiliki ketentuan tentang harga barang dan/atau jasa yang dijual dalam mata uang Rupiah (Rp) dan berlaku untuk mitra usaha dan konsumen;
j.     menjamin mutu dan pelayanan purna jual kepada konsumen atas barang dan/atau jasa yang dijual;
k.    memberikan alat bantu penjualan (starter kit) kepada setiap mitra usaha yang paling sedikit berisikan keterangan mengenai barang dan/atau jasa, program pemasaran, kode etik, dan/atau peraturan perusahaan;
l.      memberikan tenggang waktu selama 10 (sepuluh) hari kerja kepada calon mitra usaha untuk memutuskan menjadi mitra usaha atau membatalkan pendaftaran dengan mengembalikan alat bantu penjualan (starter kit) yang telah diperoleh dalam keadaan seperti semula;
m.  memberikan tenggang waktu selama 7 (tujuh) hari kerja kepada mitra usaha dan konsumen untuk mengembalikan barang, apabila ternyata barang tersebut tidak sesuai dengan yang diperjanjikan;
n.    membeli kembali barang, bahan promosi (brosur, katalog, atau leaflet), dan alat bantu penjualan (starter kit) yang dalam kondisi layak jual dari harga pembelian awal mitra usaha ke perusahaan dengan dikurangi biaya administrasi paling banyak 10% (sepuluh persen) dan nilai setiap manfaat yang telah diterima oleh mitra usaha berkaitan dengan pembelian barang tersebut, apabila mitra usaha mengundurkan diri atau diberhentikan oleh perusahaan;
o.    memberi kompensasi berupa ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, akibat kesalahan perusahaan yang dibuktikan dengan perjanjian;
p.    memberi kompensasi berupa ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian;
q.    melaksanakan pembinaan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan para mitra usaha, agar bertindak dengan benar, jujur, dan bertanggungjawab;
r.     memberikan kesempatan yang sama kepada semua mitra usaha untuk berprestasi dalam memasarkan barang dan/atau jasa;
s.    melakukan pendaftaran atas barang dan/atau jasa yang akan dipasarkan pada instansi yang berwenang, sesuai peraturan perundang-undangan; dan
t.     mencantumkan nama perusahaan yang memasarkan dengan sistem penjualan langsung pada setiap label produk.

Perusahaan yang telah memiliki Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (“SIUPL”), dilarang melakukan kegiatan:[4]
a.    menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa secara tidak benar, berbeda, atau bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya;
b.    menawarkan barang dan/atau jasa dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan, baik fisik maupun psikis terhadap konsumen;
c.    menawarkan barang dan/atau jasa dengan membuat atau mencantumkan klausula baku pada dokumen dan/atau perjanjian yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen;
d.    menjual barang dan/atau jasa yang tidak mempunyai tanda daftar dari Instansi teknis yang berwenang, khususnya bagi barang dan/atau jasa yang wajib terdaftar menurut ketentuan perundang-undangan;
e.    menarik dan/atau mendapatkan keuntungan melalui iuran keanggotaan atau pendaftaran sebagai mitra usaha secara tidak wajar;
f.     menerima pendaftaran keanggotaan sebagai mitra usaha dengan nama yang sama lebih dari 1 (satu) kali;
g.    mengharuskan atau memaksakan kepada mitra usaha membeli barang dan/atau jasa untuk dijual atau pemakaian sendiri dalam jumlah besar yang melebihi kemampuannya dalam menjual;
h.    menjual atau memasarkan barang dan/atau jasa yang tercantum dalam SIUPL di luar sistem penjualan langsung;
i.      usaha perdagangan yang terkait dengan penghimpunan dana masyarakat;
j.     membentuk jaringan pemasaran terlarang dengan nama atau istilah apapun;
k.    usaha perdagangan di luar SIUPL yang diberikan;
l.      menjual dan/atau memasarkan barang dan/atau jasa yang tidak tercantum dalam SIUPL; dan/atau
m.  menjual dan/atau memasarkan barang yang pada label produknya tidak tercantum nama perusahaan yang memasarkan dengan sistem penjualan langsung.

Bagaimana dengan usaha asuransi? Apakah bisa dilakukan dengan sistem kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung? Sebagaimana disebutkan dalam websiteOtoritas Jasa Keuangan, usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.

Merujuk pada penjelasan di atas, memang tidak ada ketentuan yang secara langsung melarang asuransi dengan sistem kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung, akan tetapi melihat pada ketentuan mengenai larangan di atas, usaha asuransi yang menghimpun dana dari masyarakat sebaiknya tidak menggunakan sistem kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung.

Demikian kami sampaikan. Semoga membantu.

1.    http://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/Pages/Asuransi.aspx Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian;
2.    Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 32/M-Dag/Per/8/2008 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan Dengan Sistem Penjualan Langsung.

Referensi:
http://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/Pages/Asuransi.aspx, yang diakses pada 26 Mei 2016 pukul 15.50.


[1] Pasal 1 angka 1 Permendag 32/2008
[2] Pasal 1 angka 4 Permendag 32/2008
[3] Pasal 2 Permendag 32/2008
[4] Pasal 21 Permendag 32/2008

sumber link:DISINI

Komentar